Selasa, 25 Agustus 2009

Geisha Spirit


*A geisha is one on the inside, long before her training in the art of geisha ever begins.
*It is in her heart and soul, even if she does not fully know this at present.
*It is in the natural grace in her movements, her soft spoken manner.
*It is in the way she carries herself, and sensuously walks into a room and gracefully bows with a most pleasing elegance.
*It is even in the tilt of her head.
*It is in her eyes; that quick seductive glance, then lowering of her eyes.
*Everything about a geisha, inside and out, is about the art of seduction and pleasing.
*She sees her complete life as an art.
*Geisha watch and learn their partner(s).
*She anticipates every need.
*Giving and preparing everything even before you know you want it.
*It is sensual seduction in it's purest form.
*She is fully empowered. It takes a geisha spirit to be fully empowered and self sufficient.
*She is one who does not need anyone, but passionately wants to serve and share her art for life with her partner(s).

Rabu, 19 Agustus 2009

Cuma Sebab

Pasti ada sebab diantara diamnya
Tanpa peduli sebab yang akan orang tahu.
Karna tak ingin gunjingan lagi
Karna tak ingin kata terlanjur basi
Karna tak ingin terlalu
Karna tak ingin pertengkaran tanpa ujung
Karna tak tahu kenapa
Karna perih yang tak kunjung reda
Karna tawa yang tertunda
Karna masalah selalu resah
Karna tangis tanpa air mata
Pasti ada sebab diantara keputusan
Sekedar mencari benar, mungkin juga tepat untuk tak lagi sekarat
tapi bagaimana jika sekarang laying-layang it uterus bermain-main dalam waktu yang mengejar, memaksa diri tuk melilitkan pada salah satu pohon, menjadi kuat dalam ikatan pasti, tak tergoncang angina yang selalu menggoda
tapi kapan sebab itu kan terlihat?
Pasti ada sebab diantara sebab
Tak kan
Jika sudah terjawab
Mencoba sebab
Sebab pilihan.

Minggu, 16 Agustus 2009

Lahirnya kembali media tulisku

Tak terasa ternyata udah dua tahun lebih aku menyia-nyiakannya...aku sendiri sampe lupa password blog apa...Hingga tepat di bulan kemerdekaan Indonesia ini, tiba-tiba ku berhasrat tuk kembali merangkum kata-kata yang berjubal dalam otakku ini...tentunya dengan ID yang baru...aku seperti menemukan kembali sejatinya diri. Yach..mungkin karna kejadian waktu itu membuatku sedikit trauma untuk menulis segala moment yang hadir. Sungguh karna keteledoranku membiarkan buku merah jambuku tergeletak di atas kasur hingga ortuku membacanya...oh my God. Kala itu aku masih berpredikat SMU, jadi ya punya kesempatan besar menulis cuma di buku merah jambu.
Menulis membuatku lega, berteman dengan imaji yang terkadang mengajakku ke dunia neverlandku...ehhmmmm bersama teman imajiku tentunya...menyenangkan.
Satu hal lagi yang membuatku berhenti menulis, ketikanya kutersadar aku mulai menggila karnanya..Ramanda Philoeza Mahendra. Kupikir denganku tak menulis aku bisa melupakannya. Menghadapi realita yang terus kuobrak abrik..
Dan kini tak lagi kupikir panjang lagi, aku akan menulis lagi, mencari sebuah kenikmatan kata...tentunya dengan sebuah kesadaran agar ku tak lagi lengah terjerumus dalam dunianya. Biar saja ia terus menjadi temanku tapi tak untuk patahkan kenyataan hidup.
Menulis membuat pikiran ini terus melaju, tak diam lalu mati. Kata adalah teman paling sejati. Jikanya mereka tengah menari dalam satu harmoni, uhmm betapa indahnya menghiasi dunia ini. Dengan kata kita bicara, dengan kata kita tahu, dengannya pula kita saling mengenal.
Yach..smoga kubisa terus menjaga blog ini...ungkapkan semua pikiran pikiran liar yang bergumul tak mau pergi. Daripada dilampiaskan yang tidak benar, lebih baik kita berkarya kawan....
Di hari kemerdekaan ini....mari kita terus menulis untuk bangsa kita Indonesia Raya..!!! Merdeka....
Kita merdeka untuk menulis...bebas membahas kata, menjadikannya indah...

Kamis, 13 Agustus 2009

Vote for 14…

Terlalu banyak 14 yang tlah kulalui bersamanya, 14 tawa…14 tangis…14 amarah…14 bahagia…yang tak kan habis mewarnai langkah perjalanan ini.
Ketikanya setitik cinta meleleh menghangati sekujur tubuhku, sedianya aku tlah siapkan tiap ruang dalam hatiku untuk tawa, amarah, tangis, bahagia, dan ego yang mungkin bertandang. Kucoba terus bertahan merengkuh bulir-bulir melodi agar kita tetap satu harmoni. Melantun bersama dalam proses pendewasaan diri hingga nanti Tuhan merestui kita. Tak ada harapan yang berlebihan disini, tak kan ada kata ‘sangat’ untukmu…karna tak juga ingin kudengar sangat sakit. Biarlah kita berjalan apa adanya. Langkah demi langkah membuat kita belajar tentang berartinya setiap detik yang kita miliki. Terkadang luka itu memang harus kita nikmati, agar nanti kita tahu betapa nikmatnya makna bahagia.
Hadirnya memang sederhana, menumpuk tiap sederhana yang kau punya hingga membuatku candu tapi tak berlebih. Ah sering kukehilangan kata karnanya…
Kubiarkan saja ketika amarah hadir diantara kita, tak lalu kumenyerah. Hanya sedikit jengah dan kucoba menikmatinya. Dan nantinya ketika kutimang tawa, ku akan merindu pada amarah yang membuat diri lemah.
Proses….ya. Proses….Berapa kilometer tlah kita lalui, berapa senja tlah kita jamahi….
Selalu senja yang membuatku semangat menantimu…keelokannya seolah mengatakan bahwa tak perlu ada cemas yang terkemas. Tapi apakah ku boleh sedikit bertanya tentang esok masihkah kita terus melaju ?
Slalu kurindu saat kita sujud kepada-Nya….kuharap kau bisa menjadi Imam yang terbaik untukku. Mendendangkan doa-doa yang terangkum pada sebuah harapan hari esok…tentang masa depan gemilang yang Tuhan berikan. Sekiranya kan mendekap erat kita dalam satu akad.
Ini bukanlah mimpi atau sekedar khayalan, namun setitik harapan yang kan menjadi baris-baris kehidupan kita. Fajar akan memberikan arti…hingga senja akan menghiasi dunia ini dengan asri….. ( upss..).

Selasa, 11 Agustus 2009

Dari cerita yang mungkin sekedar fiktif belaka

Dibukanya lembar demi lembar rangkaian persahabatan dalam album yang lama tercecer. Tak ia kira, tlah begitu banyak tawa, tangis, dan amarah yang tak tersentuh olehnya.
Ya. Namaku Dinda. Pernah kupunya seorang teman dari masa dimana belajar bersama, berjalan bersama hingga toga itu kita pakai bersama. Aku selalu mendengar semua yang ia ceritakan, tentang kebanggaannya di masa silampun.
Mereka bilang…dia manja, tak easy going, dan bla..bla..bla..yang sering orang bicarakan di belakangnya. Aku terkadang Bengal mendengarnya, tapi akupun juga merasakan hal yang sama dengan mereka. Yach mungkin memang kami dari keluarga dengan derajad yang sangat berbeda, jauh darinya yang bisa dibilang berkecukupan. Aku saja saat itu hanya dengan uang Rp.50.000 bisa hidup untuk seminggu. Itulah prosesku….dan aku tak kan pernah menyesalinya karna Tuhan sayang padaku atas segala cobaan ini..
Mungkin aku sedikit mengenanng masa-masa itu………..
Hampir tiap hari aku bersamanya,..kemanapun…kukira aku bisa benar-benar menikmatinya, tapi aku mulai meragukannya. Hingga di suatu waktu Tuhan mendekatkanku dengan sekelompok teman – teman yang kurasa sangat tulus, apa adanya, hati mereka kaya. Aku mulai sedikit jauh darinya, kita pun sibuk dengan kegiatan non akademik yang kita ikuti, ya….dunia kita memang sangat berbeda.
Begitu jauh hari yang tlah kita langkahi, tenggelam dalam rayuan kepuasan duniawi.
Aku tak banyak melihatnya lagi, ketikanya mereka bilang aku terhipnotis oleh caranya memanfaatkanku sebagai teman. Aku tak pernah menyadarinya…
Kini, ketika kuingat semuanya….kembali kuberpikir, kita memang beda dunia. Walaupun aku memang merindukanmu, tapi aku tak tahu bagaimana menjadi sepertimu. Kulihat kau tlah menemukan segalanya yang kau inginkan…bahagiakah ?
Syukurlah jika itu memang yang terbaik, maaf jika ku tak bisa terus berjalan disampingmu. Semuanya tak akan terulang lagi, kecuali Tuhan berkehendak.
Ya mungkin hanya sesekali kita bisa bersua, tapi tanpa kehangatan itu lagi….entahlah…
Apakah kau masih mengingatku sebagai temanmu yang tak sekedar teman?

Namaku Dinda. Semoga kau masih mengingatku sebagai ‘teman’ walaupun kau telah bahagia dengan duniamu yang baru…

Dimana kau ?

Aku tak menemukanmu
Ketika kusibak ruang ruang kosong ini
Ketika ku butuh uluran tanganmu
Di ujung sana kau tenggelam
dalam tumpukan tumpukan kertas yang memaksamu terpaku
Entah dimana kudapat mengais sepuluk rasa kenyang
Sedikitpun tak dapat kulihat cahaya manusia manusia yang suka berjejal
Apa kau juga larut bersama mereka?
Hanya alunan nada nada kelaparan yang sendu terus menemaniku
Seakan mengajakku menyusuri lorong lorong kemanusiaan
Mendekap erat dengan peluh yang penuh warna

Di luar sana seorang bayi menangis meronta ronta
Ruang ruang hampa dalam perutnya seakan meminta haknya
Rasa dingin pun tak jauh dari nasib yang ia derita
Bahkan mungkin ia pun tak pernah tahu alunan nada yang harmoni
Sungguh ironis…
Terlahir untuk menjadi pengemis yang rindu timangan Bunda

Di satu sudut kemanusiaan yang elok
Mereka tengah beradu dengan keping demi keping yang terbuang sia
Tak mereka tahu betapa hedonnya dunia yang mereka tapaki
Hingga makna makna suryalis pun tak lagi nampak dalam ego yang bertandang
Sungguh nyaris…
Mati dengan predikat hedonis yang kental

Sesaat kuterkejap dengan ego yang terus mencarimu
Tak jua nampak kau dalam ruang tiga kali empat ini
Yang kutemukan hanya dua bait kisah kemanusiaan
Membangunkanku dari jalangnya jiwa yang kian melemah
Mengharap ampunan pada hidup
Memang terkadang mesti menghadirkan sepi antaranya
Ya……dan aku menikmatinya….
Bukan sebagai seorang pengemis
Bukan pula berpredikat hedonis
Cuma sedikit egois tuk tak memikirkanmu dalam lelahku

Sedikit tinta yang tersisa memaksaku bertanya
dimana kau…lelakiku ?

Diperawani oleh Waktu

Sunyi kembali bertandang dalam pekatnya hari
Mengabdi pada kota yang tertoreh berjuta kiasan kisah
Tak kan ada sedikitpun sajak yang mampu mengusir alurnya
Serupa noda noda kasih yang lekat mengikat bertautan
Terlihat jejak-jejak yang semakin bijak menapaki perjalanan tanpa akhir sesat

Disembunyikannya semburat senja pada kecup yang penuh misteri
Seakan merahnya tak kan berarti nyeri
Tubuh lunglai habis kebas terbebas oleh rasa yang mereka sebut nafsu
Tak mampu terabaikan dalam detik detik terakhir sebuah klimaks
Mengendap kental pada perjanjian kecil atas nama cinta
Entah sendu atau dahaga….

Setelah sekian peraduan kau tamatkan tanpa tanda titik
Kan masih terus terajut alunan alunan desah yang semakin menuju pada satu harmoni
Ketika kau entah dimana kutetap mendengar lengking suara yang merdu
Lonceng pagi itupun tak kan mampu mengusir hangatnya peluk suaramu
Ahhh….uhhh….aahhhh….

Percakapan kembali berbisik memecah waktu yang terlalu nafsu mengangkangkan peluh
Tak ada yang mengakhiri sedikitpun perhelatan jiwa yang tengah menghantam
Deras membasahi aliran darah yang jatuh bersama keringat panasnya
Dalam ruang kosong pojok bungkam tanpa meminta saksi
Dan kini….di antara larik sajak-sajak ini nafsu terus memaksaku merangkainya
Sekedar membunuh tiap sepi yang tak bertepi

Minggu, 09 Agustus 2009

Terkurungnya Kebebasan Berkarya Mahasiswa Dalam Sangkarnya

Kampus, yang dulu seperti rumah kedua bagi mahasiswa, kini tak lagi memberikan kemerdekaan tuk berkarya. Terlihat bakat-bakat terpendam mendekam dalam diri mereka. Seharusnya mereka bisa meluapkan segala maha karya dalam ruang batas Universitas sebagai bentuk komunikasi. Tak disadarikah, bahwa pendidikan non akademik tersebut membawa nama baik kampus yang bisa membanggakan dan justru banyak pelajaran kehidupan yang didapat dari kegiatan-kegiatan yang mereka sebut UKM ( Unit Kegiatan Mahasiswa). Entahlah mengapa ruang gerak mereka harus terbatasi oleh birokrasi-birokrasi yang dirasa semakin mempersulit. Bukankah kampus ingin mahasiswanya lebih maju ?
Dahulu, jiwa-jiwa seni itu terdengar meluap di dalam kampus, tapi kini, mereka malah meramaikan kehidupan di luar sana, dari event kecil hingga besar. Ya. Mungkin terkadang orang akan bertanya : “ wah kuliah dimana mas/mbak? Lulusan mana mas/mbak ?”. Tak tahukah wahai bapak-bapak yang punya jabatan bahwa mereka menambah nilai plus untuk kampus tercinta ?.
Kebijakan kampus memang tak bisa diganggu gugat. Mereka punya kuasa tentunya dan kami mahasiswa hanya bisa membayar uang pendidikan, walaupun mungkin banyak suara hati kecil yang bicara tentang transparansi dana.
Sungguh ironis…ketikanya para mahasiswa terlihat sibuk mengadakan event-event besar di luar kampus, menghiasi kota Solo sebagai The Spirit of Java, kota yang penuh budaya, tapi ketika kita lihat kembali ke kampus kita…sungguh sepi, tak ada pentas-pentas dengan panggung yang berdiri kokoh.
Mungkin hal itu tak begitu berarti bagi mahasiswa-mahasiswa yang datang ke kampus saat jam kuliah lalu langsung pulang, tak pernah menikmati betapa pentingnya belajar berorganisasi, bersosialisasi, dan tentunya berkarya. Pengalaman itu mahal harganya kawan…
Coba kembali kita lihat mata kuliah yang ada di kampus kita, apa teori-teori itu hanya akan berhenti dengan nilai yang dosen berikan ? Apa tidak lebih baik jika mahasiswa juga bisa mempraktekkannya dalam karya-karya mereka?
Ya mungkin dalam hal praktek kampus telah memberikan kesempatan, tapi bukankah itu termasuk kategori akademik ? Ya. Selalu kembali ke situ.
Seolah suara musik, gentum drum band-band ternama, lenggokan tarian, pertunjukkan teater, sudah agak sedikit terlupakan di kampus ini, tak seramai dulu….

Terus semangat kawan-kawan. Jangan berhenti berkarya !!! Untuk sebuah bakat, tak ada sangkar yang mampu menjerat kalian….Tunjukkan kalau di luar sana, tanpa birokrasi yang dipersulit, kalian bisa berkarya. Tetap cintai kampus kita, rumah kita….

Rabu, 05 Agustus 2009

aku ingin menulismu


Aku ingin menulismu..terus menulismu....bahkan sampai tangan ini keriput oleh kata...
entah berapa lembar kertas kuhabiskan sekedar untuk menulismu. apa kau mengerti disana?
ah aku tak tau lagi apa yang mesti kuceritakan,.kepada terik yang semakin membuatku jengah ingin enyah..
kurasakan kau begitu lelah denganku, aku trus diam dan kau tenggelam. lalu apa akan ada harmoni jika laut tak berombak lagi.. oh kata….

Pena kecil yang kumilki perlahan berubah jadi abu-abu. Sekian banyak dendang kulantunkan untuk membuat hatimu ikut menari…bersama kata yang tersurat dengan merdunya. Sekedar berharap kau tumbuh menjadi Pria..Pria….dan bukan lagi lelaki yang sering kutunggu di batas senja itu…ketikanya waktu itu bertemu menghabiskan waktu bermain..tertawa…hingga tak risau akan fajar yang terus mengejar. Kini ku ingin lihat kau datang dengan kemeja merahmu…mengepal kata dewasa dalam peliknya tujuan.

Segala kata yang jalang tak mau pergi dari otakku ini…bergumul terus membicarakanmu,..entahlah apa yang mereka rencanakan tentang hati terlanjur terpatri.
Dan saat ku bungkam rangkuman makna itu…kau kira aku tak ada alasan tentang sgala raut yang jengah. Ya..ya…ya. Bagaimana ku bisa membunuh kata.

Embun pagi meneteskan air mataku…ketika tak kusadari kata terus menulis hingga fajar menenggelamkan senja. Apapun yang akan kau gantikan dalam tiap lembar maha karya kita…tak kan sanggup menghapus setitikpun coret yang tlah menghiasi senja.

Dan aku masih ingin terus menulismu……………………………………..

Mencari prianya pria (Bag II)

To be continou…...


Dan setelah kepergian wanita itu, aku kembali membaca lembar demi lembar buku merah jambunya yang tak sengaja ia tinggalkan begitu saja. Kumulai membukanya dari halaman depan. Banyak skali nama Ramanda ia lantunkan, entah dalam sukanya..hingga ia basah oleh peluh. Aku smakin mengerti apa yang ada dalam perasaannya hingga pada suatu lembar ia bercerita…….

“………………………………………………………………………………………”
Ramanda, tentang hari yang slalu kunanti. Aku tak pernah berpikir kalau ini semua hanya sebuah mimpi, sebuah kegilaan yang membuatku tak sadar. Aku memang menciptanya dari sebuah harapan. Tentang kamu….cinta…sebuah rumah….tentang kita yang nyata.
Hingga sebuah nama tentangmu pun tak sengaja hadir saja dalam hidupku…’Ramanda Philoeza Mahendra’….Jangan kau tanyakan darimana kudapatkan nama itu, nama penuh makna yang mungkin saja Tuhan yang kirimkan tuk menjadi nyata.
Sampai hari bersejarah itu, seorang adam Tuhan kirimkan tuk mengobati luka hatiku. Aku memilih meninggalkanmu Ramanda, namamu pun kupinjam tuk memanggilnya. Ya. Philo, begitu aku memanggilnya. Sungguh filosofi sepertinya….
Aku belajar mencintainya sperti kumencintaimu dan senja…ya, seperti yang slalu kukatakan padamu. Dan aku tlah benar-benar menyayanginya, sampai sedikitpun aku tak mengingatmu karnanya. Namun, ketika tiba-tiba saja seseorang kenalan dari masa putih abu-abu ku datang ( jujur saja akupun sudah lupa siapa dia, hanya karna orang tua kita saja saling mengenal), dia sedikit mengacau hubunganku. Tak usah kujelaskan detail, yang jelas orang tuaku menyukai dia, mungkin karna dia sudah kerjalah, mungkin karna orang tuanyalah. Sedikit demi sedikit kucoba yakinkan orang tuaku bahwa kekasih pilihanku adalah yang terbaik, bla..bla..bla….(mungkin dia tak pernah tau bagaimana ku menyayanginya…). Tapi sperti kata orang tuaku, aku tetap menjalin silaturahmi dengan pria putih abu-abu itu, tak menyakitinya, istilahnya menolaknya dengan halus.
Dan aku masih terus belajar menyayanginya Ramanda….mencoba menikmati realita ini. Maaf Ramanda….
“……………………………………………………………………………………..”

Seperti ada yang bergejolak dalam hatiku, entah karna aku mengerti tulisan itu atau karna aku bertanya-tanya…siapa pria itu ?
Belum slesai kumenamatkan pemahamanku, kudengar seseorang mencoba membuka pintu. Ternyata wanita itu tlah kembali, cepat-cepat kukembalikan buku merah jambu ke tempat semula. Tampaknya kekecewaan masih mendekam dalam wajahnya. Ada apa gerangan? Darimana dia pergi semalaman? Ah ingin tau saja aku ini….
Buuukkhh…dia rebahkan tubuh kecilnya di ranjang sudut ruang ini. Cuma terdiam, tatapan kosong….dan seperti kuduga, air mata itu kembali menetes berebutan.
Huuhh…apa ini masih karna cinta ? sungguh aku tak mengerti sehebat apakah cinta hingga membuat manusia seperti ini?
Tak lama wanita itu pun tertidur seakan pasrah…mungkin terlalu lelah dan jengah. Tak apalah biarkan ia menikmati pagi ini hingga nanti untuk tidur, biar hilang sgala penat. Ingin rasanya kucari pria itu, Pria? tapi ku tak yakin apa dia sudah melalui proses menjadi pria sejati. Seorang pria tak kan mudah tergoda oleh egonya, dia akan berpikir lebih dewasa, mentalnya kokoh dan mampu menjaga komitmen dengan seorang wanita. Hahaha, tau darimana aku ini,..terlalu teori mungkin ya..
Aku hanya menatap wanita itu tertidur, ehhmm.manis juga ya…dari raut wajahnya spertinya dia bukan wanita biasa,sperti kusangat mengenalnya..banyak hal pahit tlah ia lalui tentunya. Ahhh..knapa aku jadi suka bikin prediksi sperti ini !
Tak terasa di luar sana senja mulai menampakkan kecantikkannya. Seakan redup…
“Doggh...doghh...doghh…” , seseorang di luar sana mengetuk- ketuk pintu. Wanita itu tentu saja terbangun oleh suara berisik yang mengganggu tidur panjangnya. Pelan-pelan ia beranjak dari ranjangnya yang basah oleh air mata, tak peduli akan dirinya yang sungguh sperti tak terawat. Dibukanya pintu dan terhenyak dia dari tempatnya berdiri. Akupun ikut kaget ketika kulihat seorang pria datang mengenakan jaket yang sama dengan pria kokoh saat meninggalkan ruangan ini, kala itu. Apakah dia pria itu ?? geram aku dibuatnya…kumencoba tenang dan mengikuti alur mereka berdua.
Tanpa kata, wanita mempersilahkan pria itu masuk ke dalam ruangannya. Terduduk mereka berdua di atas ranjang yang berantakan tadi. Cukup lama mereka terdiam, bisu. Ah adegan apa ini? Ayolah aku ingin segera tau apa yang terjadi?
Wanita itu mencoba memecah kesunyian, membuang sgala egonya.
“ knapa kau kesini ? kukira kau tak lagi mau kesini ataupun peduli padaku karna aku yang salah bukan?”
Kulihat wanita itu lebih tegar setelah bangun tidur,..

“aku….maafkan aku karna kemarin aku tak jadi datang tuk membicarakan masalah kita, aku sakit”, ucap sang pria.

Lalu wanita mencoba menatap matanya seolah mengungkapkan berjuta makna yang tak kuketahui. Aku hanya bisa melongo ketikanya kudengar banyak ia berkata…
“ Ya, aku berusaha mengerti kamu, kemarin pun saat kutawarkan membawa makanan untukmu, kau tak mau. Aku memang begini adanya. Mungkin banyak hal yang lama tak kita bicarakan, kita tlah melupakan satu teori cinta, kompromi. Ya, karna banyak alasan membuat kita tak bisa bicara dari hati ke hati. Hingga kita pun tak tersadar kalau ego bertandang menghampiri kita. Dan ego selalu datang dengan berbagai masalah tuk berusaha memisahkan kita. Masalah kecil telah ia olah menjadi momok yang seolah membuat kita meledak. Lelah….lelah pikirmu juga terpancing tuk berteman dengan emosi. Memang mereka begitu lekatnya, melebihi hubungan kita.
Aku tak tau lagi…aku tak berharap banyak, hanya jika memang hubungan ini masih bisa berlanjut, aku akan berjalan lagi disampingmu. Setiap tahap hubungan itu selalu ada cobaan yang lebih berat. Begitu bukan? Dan Aku tlah meresapinya…maafkan aku…”

Sungguh ku tak bisa berkata apa-apa melihat adegan itu…
Lalu…sang pria memeluk wanita sambil berurai air mata…diucapnya maaf berulang kali, baru disadarinya bahwa kesibukan dunia tlah menenggelamkannya dalam amarah.
Akhirnya kubisa menghela lega……dalam senja ini mereka kembali menyatu.
Senja….dan aku harus pergi.

***
( Mereka berdua terkaget sambil melepaskan pelukan sesaat terdengar buku merah jambu terjatuh dari meja, dalam hati wanita berkata, ”apakah itu Ramanda yang pergi meninggalkan ruangan ? ya. Itu pasti dia. Makasih Ramanda” )



*end*

Minggu, 02 Agustus 2009

mencari prianya pria (Babak I )


Ketikanya sebuah percakapan kudengar dari bilik sebelah, dua orang manusia tengah beradu dalam perdebatan sengit. Entah karna hal sepele atau maksiat yang mereka dapatkan. Keegoan tengah menggoda mereka tentunya. Dengan sedikit tengokan pun, jika ia tlah datang, cinta pun sudah tak ada harganya lagi. Semakin kudengar teriakan itu, bulu kudukku seakan berlari satu persatu meninggalkanku. Kemanusiaan macam apa yang sedang mereka satukan ? ah apa itu yang mereka sebut cinta ?
Tak sadarkah ketika dahulu mereka banggakan arti cinta, mengumbar romantika melebihi semua kemanusiaan.
Isak tangis tak lama hadir mencengkam dari bilik itu. Satu gebrakan terdengar dan kulihat lelaki itu keluar meninggalkan peluh. Hanya punggungnya yang kokoh kulihat dari kejauhan, tapi ku tak yakin, apakah hatinya sekokoh tubuhnya itu. Meninggalkan seorang wanita dalam genangan air mata penuh sesal. Kucoba mendekatinya, ingin kuraih tangannya, kupeluknya agar ia sedikit reda. Kuusap air matanya, kuberikan semangat dengan sedikit cerita tentang cinta yang suatu waktu sampai pada titik jenuh. Ya. Titik itu yang terkadang membuatmu luka. Jangan khawatir wanita…(mungkin begitu saja kumenyebut dia ), itu hanyalah cobaan yang justru akan membuat kalian kuat dan itu memang harus kamu lewati. Sebuah proses menuju klimaks terkadang memang sedikit sakit. Tenanglah wanita….ambillah air wudhu lalu tidurlah. Biarkan luka itu larut dalam gelapnya malam ini.
Gila…absurb..! Apa yang kulakukan ? knapa baru kusadari aku tak dapat benar-benar menyentuhnya…wanita itu masih tersedu dalam tangisnya, aku Cuma ingin mendengarnya bercerita,..kenapa perdebatan itu terjadi ?
Benar-benar wanita itu tak tahu keberadaanku…maafkanku wanita…
Aku tetap berdiri di pojok itu, sesaat kulihat dia membuka buku merah jambu yang ia keluarkan dari lemari. Tak lama ia menulis kata demi kata yang membuatku terus penasaran. Ya …kali ini aku bisa membacanya.
“…………………………………………………………………………………”
Ramanda….
Entah kenapa harus padamu aku mengadu…setelah sekian lama kupendam jauh-jauh, sekedar ingin hidup wajar dalam realita. Apa seperti ini yang namanya realita ?
Maafkanku jika aku terpaksa kembali dalam duniamu. Aku lara ramanda…biarkan peluh ini sedikit kurebahkan disampingmu. Apa ego itu punya derajad yang lebih tinggi dibandingkan cinta? Sungguh tak manusiawi…ironis..
Dalam sebuah cinta, perlu kompromi…perlu kesabaran, hingga proses akan terus berlanjut. Hal sepele bisa menjadi besar jika emosi telah menghipnotisnya.
Diri ini Cuma begini adanya, tak lebih dari angka sepuluh, namun aku punya harapan tuk kuterus mencoba menjadi terbaik. Dunia lelaki memang sepenuhnya berbeda dengan duniaku. Terkadang aku pun perlu mengejanya satu persatu agar ku bisa membacanya.
Apa aku akan menemukan prianya pria dalam senjaku ramanda ?
Apakah aku bisa mencintainya seperti aku mencintai senja….dan kau Ramanda…?
“…………………………………………………………………………………”

Baru saja tanda Tanya ia tamatkan tanpa jawab, ia mendapatkan pesan singkat dari telepon genggamnya. Tak lama setelah membacanya, ia langsung mengambil sweeter dan pergi meninggalkan lembaran isi hati tersebut. Entah kemana ia pergi, aku tak bisa mengikutinya. Tubuh ini serasa terikat dalam sudut ruang ini.
Begitu payahnya aku ! tak bisa menjawab tulisannya. Tak bisa hadir nyata untuknya.
imajikah....

sunset menggila

Tentang kisah yang terlanjur lekat

Menyemat kalimat tanpa tamat

Entah terlalu pekat

Atau malah banyak sekat

Sperti sunset yang terlanjur kunikmati

Menyesaki tiap pori bibirku

Bermain main keegoan yang nakal

Tuk sekedar menamatkan satu kata

‘kegilaan’

Kiranya pekatmu masih lekat

Memang kegilaan pekat dalam sunset

Dan aku akan jadi lawan mainmu

Dalam adegan yang tanpa kau sadari

Sebenarnya bangsat !

Namun aku tak sesat karna

Sunset.

percakapan tanpa bentuk


Apa kau tak lelah berdiri di situ?
Ya. Aku melihatnya, di sudut itu dia tengah pongah memendam diri seakan tak punya arti. Tak tau sampai kapan dia akan menunggu pintu di sudut itu terbuka.
Gila ! Apa dia sudah gila ? sudut itu terlalu bungkam, sudut itu terlalu sepi.
Heh ! ayolah..kubur saja sudut itu…dan kau…aku!
Kau tau? Tentang kemarin yang seakan tak ada pintu lagi, aku pernah takut, bakal mati di sudut mlikku sendiri. Lalu kucoba melompat dari jendela yang tak pernah kukenal, dan semestinya aku terjatuh.
Itulah awal. Ketika semuanya mengantarkanku sampai di ruang ini. Ya. RUANG. Tak lagi sudut. Walaupun ruang ini pun tak begitu indah, tapi aku akan terus menghiasnya.
Tentang mimpi yang menjadi harapan, aku masih mempunyainya. Sekedar bekal tuk ku kuat berlari, hingga nanti pada saatnya ruang yang kupunya akan menjadi Rumah, mungkin juga istana.
Lalu, apa kau masih mau berdiri terus di situ?

malaikat kecil yang sejenak singgah

Aku masih terjaga
Ketika para malaikat kecil datang di malam itu
Mengajakku terbang ke negeri tanpa batas
Tertawa…
Berlari…
Menari…
Menyanyi…
Tanpa sgala cemas karna esok kan ganas
Tak peduli kata mereka !
Malam hanya milik kebahagiaan
Yang sendiri menunggu malaikat kecil datang
Dalam ruang hampa namun tak alpa
Malam ini malaikat kecil masih menjagaku
Di samping kini ku berbaring
Ia terus bernyanyi
Dan pagi…
Aku harus pergi.



Malaikat kecil…
Esok aku tak mau begini !

Sabtu, 01 Agustus 2009

pelampiasan hasrat

Di pojok bungkam kudengar sahut menyahut suara hati yang beradu pada genangan air mata yang kian membanjiri. Mereka bilang cinta itu anugerah yang membuat kita bahagia, cinta membuat kita menjadi merasa istimewa, saling memberi kekuatan dalam satu papan yang penuh pengertian. Ketika seorang makhluk bernama Adam Tuhan kirimkan padaku, sedianya tlah kusiapkan segala resiko yang mungkin bertandang…tak jauh jatuh jika memang perih. Dan ternyata ruang itu kini penuh peluh mengeluh perih, oleh sebuah ego yang nakal tak mau pergi. Apa yang ada dalam pikiranmu?

Seolah diri ini yang selalu salah…bagaimana kubisa ungkapkan semua ini, aku terlalu sesak oleh air mata . Telanjangi saja jiwa ini..biar kau puas onani perasaanku. Jika kita dilahirkan dalam sebuah perbedaan, apa mesti seperti ini takdir seorang wanita ?

Seperti babu yang mesti sedia apa yang Tuan inginkan, menyediakan secangkir semangat dikala Tuan datang, istilahnya tanpa Tuan gaji, tanpa Tuan timbal balik, saya mesti rela ?

Kita dilahirkan berbeda Tuan ! Tapi kita tetap seorang manusia yang mempunyai hak.

Salahkah?

Ada yang retak di ruang ini, ketika seorang wanita tengah baya diperkosa hatinya. Memang cinta dan nafsu tak ada bedanya, terbelenggu dalam peluh ego yang terus menghisap. Tuan itupun tak peduli meninggalkannya bersimbah luluh air mata, seakan Tuan tak puas akan klimaks yang tak sempat terjadi. Berapa banyak lagi air mata yang mesti raib bersama sperma keegoisan. Tuan pun terus melangkah mengangkangi kebisuan yang tak terjawab.

Tlah kupilih kau Tuan,..ketika sang Bunda mengatakan lain. Kubesarkan namamu Tuan,.ketika mereka tak tahu sedikitpun tentangnya. Sekedar menjaga sebuah hati yang tlah menjadi, biar terus bernafas dalam keperawanannya.

Apa yang harus kulakukan lagi ? aku hanyalah manusia yang tak sempurna...tak lebih dari angka yang terbaca sepuluh.

Aku dilahirkan sebagai wanita…

Dengan bekal cinta yang Tuhan berikan,..titah yang mesti dibagikan pada hati yang terpilih. Apa salah jika itu kau?

Maaf Tuan …mungkin aku salah sepenuhnya memberikan hatiku. Aku tak bisa penuhi nafsumu Tuan, mengantarkanmu pada klimaks yang tak tepat waktu.

Wanita...sungguh ironis…