Tentang
sebuah asa, mimpi yang pernah sangat erat kuhembus dalam tiap doaku. Tentang
sebuah hari esok yang terbayang indah. Tentang sebuah keki impian. Ya. Kala
semua orang memandang begitu mudah kudapatkan si keki impian itu, kala orang yang
dulu merendahkanku kini tersipu malu, kala senyum bahagia selasa, 28 Desember
2010 itu menggemparkan seluruh urat nadiku. Kala itu....tak seorangpun mungkin
tahu apa yang akan kualami untuk sebuah keki impian. Dan memang untuk sebuah
impian, tak semudah jarak mata kala kalian memandangku. Seperti sbuah kupu
cantik yang kluar dari kepompongnya, orang tak akan peduli, tak tahu apa yang
dirasakan si kupu, bagaimana proses kupu itu tumbuh, apa yang kupu itu alami,
bahkan saat kupu itu berusaha keluar dari kepompong.
Impian
itu mahal. Bahkan mungkin, harus dibayar dengan sesuatu yang sangat kita
sayang, yang kita ‘eman-eman’. Seperti kini saat kumemandang si keki yang masih
membekas bau badanku itu, seakan otakku melaju kencang, saling bergumul beradu
menyeretku pada lembar lembar runtutan ceritaku hingga hari ini dimana
pengorbanan itu masih dituntut untuk membayar sebuah impian. Masih kuingat tiap
detail dimana kuinjak kerikil kerikil menyakitkan di jalanku menuju si keki
impian ini. Bahkan, luka kerikil itu terkadang masih membuatku meneteskan
airmata. Betapa semua ini telah kulalui untuk sebuah seragam yang mungkin bisa
dibanggakan. Masih dengan sgala ujian yang harus ku selesaikan dalam balut
keki.
Lalu,
bagaimana dengan impian impianku yang lain? Yang masih rapi terpampang di
“Papan Visi” ku? Apa ini adalah bagian dari skenario jalanku menuju itu
semua?
Ya.
Seperti sering ada yang membisikku : ‘Gusti kui ora sare..Gusti kui sayang mulo
ngekei ujian terus ben kowe dadi menungso sing luweh kuat, sing ra pedhot
kelingan marang Gusti, sing ora sombong dilelo karo gemerlape ndonyo, istigfar
nduk,,Gusti Allah mesti lagi nyiapke sing apik kanggo kowe, sing sabar legowo
nglakoni kabeh, kowe kudu menang nduk, kudu iso nglewati ’
Dan
ketika bibir ini tak lagi sanggup berungkap tentang kenyataan yang terjadi,
airmata adalah cara hati berbicara.
Meneteslah....dan
impianku basah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar