Rabu, 28 November 2012

Si Keki Impian


Tentang sebuah asa, mimpi yang pernah sangat erat kuhembus dalam tiap doaku. Tentang sebuah hari esok yang terbayang indah. Tentang sebuah keki impian. Ya. Kala semua orang memandang begitu mudah kudapatkan si keki impian itu, kala orang yang dulu merendahkanku kini tersipu malu, kala senyum bahagia selasa, 28 Desember 2010 itu menggemparkan seluruh urat nadiku. Kala itu....tak seorangpun mungkin tahu apa yang akan kualami untuk sebuah keki impian. Dan memang untuk sebuah impian, tak semudah jarak mata kala kalian memandangku. Seperti sbuah kupu cantik yang kluar dari kepompongnya, orang tak akan peduli, tak tahu apa yang dirasakan si kupu, bagaimana proses kupu itu tumbuh, apa yang kupu itu alami, bahkan saat kupu itu berusaha keluar dari kepompong.
Impian itu mahal. Bahkan mungkin, harus dibayar dengan sesuatu yang sangat kita sayang, yang kita ‘eman-eman’. Seperti kini saat kumemandang si keki yang masih membekas bau badanku itu, seakan otakku melaju kencang, saling bergumul beradu menyeretku pada lembar lembar runtutan ceritaku hingga hari ini dimana pengorbanan itu masih dituntut untuk membayar sebuah impian. Masih kuingat tiap detail dimana kuinjak kerikil kerikil menyakitkan di jalanku menuju si keki impian ini. Bahkan, luka kerikil itu terkadang masih membuatku meneteskan airmata. Betapa semua ini telah kulalui untuk sebuah seragam yang mungkin bisa dibanggakan. Masih dengan sgala ujian yang harus ku selesaikan dalam balut keki.
Lalu, bagaimana dengan impian impianku yang lain? Yang masih rapi terpampang di “Papan Visi” ku? Apa ini adalah bagian dari skenario jalanku menuju itu semua? 
Ya. Seperti sering ada yang membisikku : ‘Gusti kui ora sare..Gusti kui sayang mulo ngekei ujian terus ben kowe dadi menungso sing luweh kuat, sing ra pedhot kelingan marang Gusti, sing ora sombong dilelo karo gemerlape ndonyo, istigfar nduk,,Gusti Allah mesti lagi nyiapke sing apik kanggo kowe, sing sabar legowo nglakoni kabeh, kowe kudu menang nduk, kudu iso nglewati ’
Dan ketika bibir ini tak lagi sanggup berungkap tentang kenyataan yang terjadi, airmata adalah cara hati berbicara.
Meneteslah....dan impianku basah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar